KISAH CHUI YISHI
Artikel
berikut ini diterjemahkan dari blog wulinmingshi, mudah-mudahan bisa memberikan
pengetahuan yang bermanfaar bagi kita semua.
Baru-baru
ini saya (pengarang blog wulinmingshi) membaca interviu (wawancara) dengan cucu
dari Cui, Zhang Yongtao. Bagian yang penting dalam wawancara tersebut akan saya
terjemahkan di bawah. (Cui Yishi merupakan murid senior dari Yang Chengfu)
Cui Yishi |
Perhatian Pertama Cui ‘dan tian gong’:
“Pada
musim panas, kakek saya biasanya akan duduk di halaman sembari berlatih Taichi
dengan memakai dalian (Jaket gulat Cina yang tidak memiliki lengan).
Kalau mood-nya sedang baik, dia akan membiarkan saya menyentuh perutnya. Bagi
saya, ketika saya menyentuh perutnya
saya merasa
seolah ada bola karet di perutnya yang akan mengikuti
kemanapun arah tangan saya selama tangan saya tersebut menyentuh perutnya. Jika
saya menekan perutnya tersebut, maka akan terasa seolah kalau tangan saya
tersedot ke dalam dan tidak bisa ditarik kembali. Kemudian “bola” tersebut akan
tiba-tiba memuntahkan tangan saya keluar, membuat saya terpental beberapa
langkah.
Di
lain waktu, saya melihat kakek sedang duduk di bangku yang tidak memiliki
sandaran tanpa memakai baju. Dia kemudian menempatkan segumpal adonan yang
sudah diratakan di perutnya. Ketika dia melakukan pose ‘duduk taiji’ nya
tersebut, bukan hanya adonannya tidak jatuh, namun adonan tersebut malah
bergerak-gerak di sekeliling perutnya tersebut. Gongfu seperti ini
benar-benar luar biasa! Bahkan sampai sekarang saya masih kurang mengerti
bagaimana kakek saya bisa melakukan hal tersebut. Kakek saya berkata ‘Gongfu-ku
ini, kamu tidak mungkin bisa melatihnya, ini adalah metode latihan taichi yang
disebut dan tian gong, kebanyakan orang normal tidak bisa melatihnya.
Aku sudah melatihnya sejak kecil. Dalam tuisho, aku tidak takut kalau
ada orang yang mendorong perutku. Kalau mereka melakukannya, maka mereka pasti
tidak akan bisa kabur.”
Sudah
dapat dipastikan kalau taijiquan yang Cui latih mengandung metode latihan yang
menghasilkan perkembangan dan tian dalam tahap intens. Apakah mereka di
Taichi aliran Yang masih ada yang melatihnya, ataukah sudah hilang dimakan
zaman?
Sesi
lain dari wawancara tersebut yang menarik perhatian saya adalah berhubungan
dengan pengalaman keluarganya saat revolusi budaya:
“Saat
revolusi budaya, kakek saya disiksa dan dijuluki sebagai “Kapitalis” begitupun
ibu saya (Cui Xiuchen). Walaupun mereka berdua memiliki gongfu, di lingkungan
yang seperti itu, mereka tidak berani melawan. Suatu hari, saya pulang dari
pabrik dan melihat bahwa ibu dan kakek sedang diikat dan berlutut di halaman
rumah. Sekelompok pasukan merah memeriksa rumah kami. Di dalam suasana seperti
itu, tidak ada seorangpun yang berani
bicara sepatah katapun. Diam-diam, saya mendekat ke arah ibu dan kakek
berpikir untuk melindungi mereka. Kakek kemudian berbisik pada saya ‘Dengan gongfu
yang kumiliki, mereka tidak mungkin bisa mengikatku. Yang harus kulakukan
hanyalah menggunakan sedikit jin (energi),
dan talinya akan melonggar.”
Setelah berkata seperti itu, kakek kemudian mengguncangkan badannya sedikit dan
talinya kemudian benar-benar melonggar. Ibuku sangat takut melihat hal
tersebut, kemudian dia berkata ‘Jangan bergerak, kalau kau bergerak kita pasti
akan mati.’ Untungnya pasukan merah tidak melihatnya.
Cui Yishi dan anaknya Cui XIuchen |
Setelah
peristiwa tersebut, pasukan merah kemudian menyiksa kakek dan ibu di depan
umum. Mereka membuat ayah dan kakek berlutut, kemudian meletakkan batu bata
dibawah kaki mereka. Setelah batu bata tersusun, pasukan kemudian menempatkan
tongkat di betis masing-masing. Kemudian 2 orang berdiri di masing-masing ujung
tongkat tersebut, sehingga berat mereka menekan tulang kering kaki dan menekan
batu bata di bawahnya. Kakek punya gongfu kaki yang bagus sehingga hal
seperti ini tidak menganggunya. Namun ibu saya tidak terlalu beruntung dan
pingsan beberapa kali.
Saat
revolusi budaya, kakek tidak hanya menderita siksaan fisik, harta di rumahnya
juga disita selain itu dia dikucilkan secara umum. Tidak cukup sampai di sini,
dia juga tidak diijinkan untuk mengajar Taichi. Bagi seseorang seperti kakekku,
yang mana Taichi adalah seluruh hidupnya, hal ini mungkin adalah pukulan yang
paling berat di antara semuanya. Setelahnya dia menjadi depresi, kesehatannya
menurun drastis. Kemudian, saat dia melakukan perjalanan ke rumah sakit, dia
divonis menderita kanker oesophageal yang mana di masa itu merupakan
penyakit yang tidak dapat disembuhkan.”
0 komentar:
Post a Comment