LEITAI
Leitai (secara
harfiah berarti panggung menyerang) adalah panggung arena bertarung yang tidak
diberi pembatas di sisi-sisinya (pagar/tali), dimana turnamen pertarungan
tangan kosong dan pertarungan senjata dahulu digelar. “Persetujuan” terlebih dahulu diberikan oleh
wasit dan hakim pertandingan kepada penantang dan yang ditantang untuk tidak
menuntut balas apabila ada yang terbunuh dalam pertarungan atau terluka. Orang
yang bertarung di panggung leitai akan kalah apabila mereka menyerah, tidak
bisa melanjutkan pertarungan, atau keluar dari arena leitai. Pemenang Leitai
akan tetap berada di panggung (sebaga
i “pemilik” panggung leitai) kecuali jika telah dikalahkan oleh lawan di panggung tersebut. Jika tidak ada lagi penantang, “pemilik” panggung leitai tersebut akan menjadi juara. Duel yang bersifat pribadi (tidak umum) di atas panggung, tidak memiliki peraturan di dalamnya dan kadang-kadang berbentuk pertarungan sampai mati.
i “pemilik” panggung leitai) kecuali jika telah dikalahkan oleh lawan di panggung tersebut. Jika tidak ada lagi penantang, “pemilik” panggung leitai tersebut akan menjadi juara. Duel yang bersifat pribadi (tidak umum) di atas panggung, tidak memiliki peraturan di dalamnya dan kadang-kadang berbentuk pertarungan sampai mati.
Dalam wujudnya
yang sekarang, leitai pertama kali muncul di Cina di zaman Dinasti Song.
Walaupun begitu, bentuk kuno dari leitai bisa dilacak jejaknya hingga pada
zaman Dinasti Qin. Di era modern seperti sekarang, panggung leitai digunakan
dalam sanshou (tinju Cina) dan kompetisi yang diadakan oleh Kuosho/Guosho di
seluruh dunia.
Mengenai
panggung leitai ini, di dalam novel “Tepi Air” salah satu dari empat novel
klasik Cina yang paling luar biasa (novel klasik Cina terbesar yang lain antara
lain: Perjalanan ke Barat, Kisah Tiga Negara, dan Mimpi dari Bilik Merah) yang
diterbitkan di zaman Dinasti Ming muncul di cuplikan saat karakter utama yang
bernama Yan Qing mengalahkan saingannya Ren Yuan yang dijuluki Qing Tian Zhu
dalam pertandingan lei tai.
Panggung arena
pertarungan lei tai berbentuk persegi panjang dengan panjang yang berbeda-beda
(tidak memiliki standar).
· Turnamen
Guosho terbuka di Swiss menyatakan bahwa pertarungan klasik leitai bertempat di
panggung yang tingginya kurang lebih 2,5 meter, dan memiliki 4 sisi yang
luasnya 100 m2.
· Menurut
Asosiasi Tie Shan Pai (Kungfu Cina Utara) luas panggung arena leitai
adalah 24x24 kaki (7,3 m) atau 30x30 kaki (9,1 m) dengan tinggi 2-4 kaki (1,2
m).
· International
Wushu Federation dan Asosiasi
Wushu China (Chinwu) mengadakan kompetisi leitai yang arenanya memiliki luas
24x24 kaki (7,3 m) dan tinggi 2 kaki (0,61m). Matras di sekeliling arena
memiliki panjang 6 kaki (1,8 m) dan tebal 1kaki (0,3m) dan disebut ”Sanda
Leitai 9 Gunung Matahari”. Arena leitai seperti ini, digunakan di Kejuaraan
Wushu Dunia ke-8 di Vietnam pada Desember 2005.
·
International
Chinese Kuosho Federation
menggunakan panggung leitai setinggi 24x24 kaki (7,3 m) dengan tinggi 16 inci
(410 mm).
· Menurut
buku “Gulat Cepat Cina untuk Pertarungan: Seni Lemparan, Bantingan dan Ground
Fighting Sanshou Kuai Jiao”, panggung leitai memiliki luas 24x24 kaki
(7,3 m) dan tinggi 5 kaki (1,6 m)
· Ensiklopedia
Dunia Olahraga menyebutkan
bahwa panggung 8x8m dengan tinggi sekitar 6 m
dan dikelilingi oleh dinding karet
Leitai pertama
kali muncul di zaman Dinasti Song untuk digunakan dalam pertandingan Kungfu dan
Shuai Jiao (gulat Cina), baik itu pertandingan eksebisi ataupun duel
pribadi. Menurut Institut Kuosho Cina, leitai kuno digunakan di zaman Dinasti
Qin untuk mengadakan Kompetisi Gulat Jiao Li antara para tentara kerajaan.
Pemenang Gulat Jiao Li tersebut akan dipilih sebagai pengawal kaisar
ataupun pelatih beladiri Militer Kerajaan.
Menurut Cung
Lee (Petarung full-contact dan MMA terkenal) “Dulu, jika kau ingin
mengumumkan dirimu sebagai petarung di desa yang kau singgahi, kau harus
membangun panggung leitai, berdiri di atas panggung, dan mengundang semua
penantang yang ingin mencoba kemampuanmu dan mencoba meng-KO mu”.
Arena Tenchin Budokai pada anime dragonball diambil dari arena leitai |
Beberapa
petarung mengumumkan tantangan mereka dalam bentuk surat tertulis pada orang
yang ingin mereka hadapi. Bentuk tantangan seperti ini, diilustrasikan dalam
film Fearless ketika Huo Yuanjia (diperankan Jet Li) menantang petarung
lain untuk berduel. Tantangan leitai biasanya digunakan untuk menyelesaikan
masalah pribadi, mengetes kemampuan, atau untuk membuktikan kalau beladiri yang
dia pelajari lebih baik daripada beladiri yang lain. Jika seorang petarung
kalah dalam leitai, tidak akan ada seorangpun yang ingin belajar kungfu
darinya. Pemenang pertarungan menjadi “pemilik panggung” dan tetap di atas
panggung kecuali jika ada seseorang yang mampu mendorongnya keluar dari
panggung arena leitai. Jika tidak ada lagi tantangan, dia dinobatkan menjadi
juara dan jenis kungfu pertarungannya akan dijadikan perguruan kungfu tunggal
di daerah tersebut. Cara lain untuk mendirikan perguruan kungfu adalah dengan
mengalahkan master yang mana gaya kungfunya menjadi gaya tunggal (telah
mendominasi) di daerah tersebut dan mengambil alih perguruan kungfunya apabila
berhasil menang.
Supaya bisa
menjadi juara, petarung harus mengalahkan banyak penantang. Contohnya Ahli
Kungfu Lama Pai yaitu Wong Yan Lam memasang sendiri panggung leitai-nya
di depan Kuil Hai Tung di Guang Dong. Selama 18 hari, dia bertarung melawan
lebih dari 150 ahli kungfu dan tidak pernah kalah sekalipun. Menurut ahli
kungfu Hop Gar David Chin, “Baik itu penantangnya luka parah ataupun
terbunuh, Wong tidak membiarkan seorang penantangpun pulang tanpa cedera. Dia
adalah ahlinya kungfu dengan teknik brutal dan kejam.” Tidak lama setelah itu,
dia dipilih menjadi pemimpin 10 Harimau Kanton (satu diantara 10 tersebut
adalah ayahnya Wong Fei Hung) yang merupakan 10 ahli kungfu terkuat di daerah
Kanton (Guangdong).
Ahli Kungfu
Taichi aliran Chen generasi ke-18 yaitu Chen Zhao Pi (1893-1972), keponakan
dari Chen Fake memasang panggung leitai di gerbang kota Beijing setelah sebuah
artikel yang tidak bertanggung jawab di surat kabar Beijing Times
mengklaim tentang keunggulan Kungfu Taichi aliran Chen. Hal ini menyebabkan
banyaknya ahli kungfu yang menantang kemampuannya. Selama 17 hari
berturut-turut dia mengalahkan lebih dari 200 orang ahli kungfu dan berteman
dengan orang banyak dari hasil pertarungannya itu.
Jika
contoh-contoh tersebut diambil, dimanapun panggung leitai diadakan kurang lebih
sekitar 17-18 hari atau mengalahkan 150-200 petarung berturut-turut untuk
mendirikan perguruan yang mendominasi daerah tersebut. Semua pertarungan baik
itu dengan atau tanpa senjata dilakukan tanpa pelindung seperti pada jissen
kumite pada karate.
Satu contoh
mengenai kematian di atas panggung pertandingan leitai adalah seperti yang
dijelaskan oleh Ahli Kungfu Hunggar yang bernama Chiu Kow (1895-1995) ayah dari
Grandmaster Chiu Chi Ling (pernah bermain di film Jackie Chan “Snake in the
Eagle’s Shadow” dan film Stephen Chow “Kungfu Hustle”). Pertarungan berlangsung
antara ahli Kungfu Hunggar Leng Cai Yuk dengan seorang Bos TRIAD (mafia Hong
Kong) bernama Ha Saan Fu yang juga ahli kungfu internal (tenaga dalam). Karena
Ha merupakan poros kriminal di Hong Kong (dia memiliki bisnis prostitusi,
perjudian dan obat-obatan terlarang), Leng menantang Ha bertarung di panggung
Leitai. Jika Ha kalah dia harus menghentikan bisnis kotornya dan menghentikan
perluasan wilayah yang dia lakukan. Ha menyetujui tantangan tersebut dan
berjanji akan meninggalkan wilayahnya jika dia kalah. Sebelumnya, Ha mendengar
kemampuan master Leng yang mampu merobek daging lawannya dengan tangan kosong
(cakar harimau Hunggar). Untuk mencegah hal itu terjadi, dia membungkus
badannya dengan kain kulit sebelum pertandingan. Kedua petarung kemudian
menaiki panggung leitai dan menandatangani kontrak yang menyatakan pertarungan
bisa dilakukan sampai salah satu mati. Pertandingan tersebut ditonton dari awal
pertandingan di depan umum. Setelah beberapa saat pertandingan berjalan, Leng
melihat kain kulit yang membungkus badan Ha. Dia kemudian mampu menembus armor
kulit tersebut dengan merobeknya dari bagian atas kain kulit tersebut
dibungkuskan sampai ke bagaian bawah kain tersebut. Upaya untuk menghancurkan
armor kulit tersebut tidak hanya merusak kainnya tetapi juga membuat isi perut
Ha terburai keluar dan dia mati seketika. Setelah kematian Ha di atas panggung,
para anak buahnya berusaha untuk membalas dendam dengan menyerang Leng. Namun
polisi setempat langsung mengamankannya untuk melindungi Leng. Dia kemudian
dibebaskan setelah keadaan aman.
Jenderal Li JInglin salah satu pemelopor berdirinya Institut guosho |
Biarpun begitu,
konstruksi panggung leitai yang tidak memiliki pembatas (pagar) di sisi-sisinya
membuat orang yang bertarung bisa melarikan diri untuk menghindari luka parah
ataupun kematian. Yang harus petarung itu lakukan hanyalah melompat keluar dari
panggung tersebut sehingga dia bisa selamat dari pertarungan.
Pada tahun
1928, Institut Pusat Kuosho mengadakan sebuah turnamanen untuk menentukan
pengajar kungfu yang memiliki kompetensi. Jenderal Zhang Zhi Jiang (1882-1966),
Li Lie Jun (1882-1946) dan Li Jinglin (1885-1931) mengadakan turnamen modern
pertama full-contact (tanpa pelindung). Turnamen tersebut diadakan di bulan
Oktober. Banyak ahli beladiri tradisional yang tidak ikut berpartisipasi karena
mereka yakin kalau kungfu yang mereka pelajari hanya digunakan untuk duel
serius bukan untuk “kompetisi olahraga”. Walaupun begitu, turnamen tersebut
menarik minat ratusan ahli Kungfu dari berbagai pelosok Cina untuk
berpartisipasi pada kompetisi tersebut. Kompetisi tersebut dibagi menjadi tiga
kelas yaitu kelas senjata, kelas gulat dan kelas tinju dengan format panggung
leitai. Namun, setelah beberapa hari, pertandingan harus dihentikan sementara
karena banyaknya peserta yang kalah dan dua orang ahli kungfu terbunuh dalam
pertandingan tersebut. 12 Finalis turnamen tersebut tidak diizinkan untuk
melanjutkan pertandingan karena ditakutkan hanya akan membuang nyawa beberapa
ahli kungfu terhebat sepanjang masa. Secara keseluruhan para pemenang
ditentukan berdasarkan hasil perhitungan suara para juri. Banyak dari “15
teratas” petarung tersebut (kebanyakan ahli xingyiquan) mengajar di Institut
Guosho. Pada tahun 1929, Gubernur Provinsi Guangdong mengundang beberapa ahli
kungfu dari Guosho (termasuk beberapa ahli yang ikut di turnamen leitai
1928) untuk mengajar di selatan dan
mendirikan Institut Guosho Selatan. Jenderal Li Jinglin memilih 5 Ahli Kungfu
untuk mewakili Cina Utara. Kelima orang tersebut terkenal dengan sebutan Wu
hu xia jangnan (5 harimau menuju ke Selatan Jiangnan). Kelima master
tersebut adalah:
1.
Gu
Ru Zhang (1893-1952), merupakan ahli kungfu Shaolin Utara. Dia dijuluki “Si
Telapak Besi” Gu Ru Zhang, dan merupakan salah satu dari “15 teratas” di
turnamen leitai 1928
2. Wan
Lai Sheng (1903-1995), merupakan ahli kungfu Shaolin Utara dan Kungfu internal
(termasuk diantaranya kungfu Ziranmen)
3.
Fu
Zhensong (1881-1953) ahli Baguazhang aliran Fu
4.
Wang
Shao Zhou, ahli Kungfu Shaolin utara dan Cha quan
5.
Li
Xian Wu, ahli Shaolin Utara dan Kungfu internal (tenaga dalam)
Pada tahun
1933, Guosho kembali mengadakan kompetisi leitai nasional. Peraturannya
menyatakan: “...jika terjadi kematian diantara para peserta diakibatkan dari
luka akibat pertarungan, peti mati beserta orang yang meninggal tersebut, akan
dikirimkan ke rumahnya.”Pemenang dari kompetisi tersebut antara lain:
· Chang
Tung Sheng (1908-1986), ahli Shuai Jiao (gulat Cina). Dia memenangi divisi
kelas berat dan diberi julukan “kupu-kupu terbang”
·
Wang
Yu Shan (1892-1976) ahli Taichi tanglangchuan (kungfu belalang sembah taichi)
· Li
Kun Shan (1894-1976) ahli Meihua Tanglangchuan kungfu belalang sembah bunga
persik)
0 komentar:
Post a Comment