PEI XIRONG
(bagian 1)
Pei
Xirong dilahirkan pada tahun1913 di Raoyang di Provinsi Hebei. Ayahnya adalah
salah satu anggota inti dari Yi He Tuan (Komunitas Kebenaran dan
Keharmonian) yang secara umum dikenal sebagai boxer. Boxer merupakan
suatu sekte yang mempercayai bahwa mereka bisa melakukan hal-hal luar biasa
melalui latihan, bela diri dan doa. Komunitas ini kemudian melakukan
pemberontakan yang di dalam sejarah dikenal dengan boxer rebellion
(1897-1901). Ibunya juga berpartisipasi di dalam ‘Kelompok Lentera Merah’
(kelompok ini adalah cabang Yi Te Huan yang dikhususkan hanya untuk
wanita).
Pamannya Qi Dalong, bekerja sebagai pengawal karavan di perusahaan yang
didirikan oleh Li Cunyi (ahli xingyiquan). Beliau mengawal karavan yang
melakukan perjalanan dari Tianjin dan Gubeikou. Ketika pasukan persekutuan
beberapa negara menyerang Tianjin saat pemberontakan boxer, dia dan Li
Cunyi bertarung dengan gagah berani di Stasiun Kereta Laolongtu, menyebabkan
sekujur tubuhnya luka-luka.
Prestasi
yang dilakukan ayahnya sebagai anggota boxer, menyebabkan Pei Xirong
terinspirasi untuk berlatih beladiri sejak kecil demi mempertahankan negara.
Keluarga Pei Xirong telah berlatih pengobatan tradisional Cina selama kurang
lebih 4 generasi, karena hal inilah kakek dari Pei Xirong seorang dokter
pengobatan tradisional dijuluki ‘Pei San Tie’ (Pei si 3 kompres panas).
Pei kemudian melanjutkan tradisi keluarga dan kemudian belajar pengobatan
tradisional seiring dengan latihan beladirinya. Hal ini menyebabkan dia
memiliki fondasi yang kuat. Pada usia 16 tahun, Pei pergi ke ‘Turnamen Leitai
Nasional’ yang diselenggarakan di Hanzhou pada tahun 1929. Ketika dia di sana,
di bertemu dengan ahli xingyiquan dan baguzhang yang terkenal, Fu Jianqiu dan
kemudian menjadi muridnya.
Fu
Jianqiu adalah salah satu murid Li Cunyi yang paling terampil. Pada tahun 1929,
Fu Jianqiu dengan ditemani Pei pergi ke Wudang Shan di Hebei atas peintah Li
Jinglin. Di Istana Awan Ungu (Zi Xiao Gong) di Wudang, dia bertemu
dengan Kepala Pendeta Tao, Xu Benshan. Pei Xirong mencatat terjadi 3x
pertarungan antara Fu Jianqiu dan Xu Benshan, dengan satu sama lain saling
mengagumi kemampuan masing-masing. Pada akhirnya Fu menganggap bahwa Xu adalah
ahli kungfu hebat yang tingkatannya telah meninggalkan dunia yang fana dan
akhirnya menjadi muridnya. Dia kemudian diterima sebagai murid generasi ke-16
dari beladiri Wudang dan diberi nama Tao ‘Fu Taishan’ sementara Pei Xirong
dianggap sebagai generasi ke-17.
Fu
dan Pei tetap tinggal di Zi Xiao Gong selama beberapa bulan belajar
Wudang Taiji Neigong, Qian Kun Qiu (bola laki-laki dan perempuan),
tongkat xuanwu, Taiyi shanshou dan tentu saja pedang Wudang.
Beberapa
tahun latihan keras kepada Fu adalah awal dari karir perjalanan beladiri Pei
Xirong. Kemudian Li Jinglin menyarankan kalau Pei melanjutkan studi beladirinya
di Akademi Beladiri Nanjing Pusat. Setelahnya, Pei bertugas sebagai tabib
pengobatan tradisional Cina di Beijing dan Zhengzhou. Ketika di Zhengzhou dia
juga bekerja sebagai editor untuk ‘Harian Cina Utara’ (Huabei Ribao) di seksi
olahraga. Di masa-masa ini, dia melanjutkan latihannya dan kemudian belajar
xinyiliuhequan kepada Bao Ding (alias Bao Xianting).
Kemampuan
Pei Xirong meningkat secara cepat dan signifikan di bawah bimbingan banyak
guru. Bao Xianting sangat mengandalkan Pei Xirong, mempercayainya akan tugas
mengajar dan menyusun buku pedoman beladiri.
Di
pertengahan tahun 1930, Harian Cina Utara dipaksa untuk tidak melanjutkan
penerbitannya dikarenakan harian ini telah mempublikasikan puisi-puisi yang
bersifat progresif. Akibatnya, Pei Xirong meninggalkan Zhengzhou dan kembali ke
Akademi Beladiri Nanjing. Suatu hari, ketika dia sedang berjalan di sepanjang
tepian Sungai Qinhuai, dia melihat sekelompok berandalan mengkasari gadis muda.
Marah, Pei Xirong kemudian menggunakan teknik dan ba (telapak tunggal)
dari kungfu xinyiliuhequan dan membuat salah satu penjahat tersebut tercebur ke
sungai. Yang lainnya langsung melarikan diri melihat hal tersebut.
Kebetulan
saat itu, Professor Huang Bonian yang merupakan kepala Akademi Beladiri Pusat
melihat kejadian ini. Menyadari bahwa Pei merupakan orang yang tegak di atas
kebenaran dan terampil dalam beladiri, Huang langsung menerimanya sebagai murid
di tempat kejadian. Dia kemudian mengajarkan Pei Xirong ‘Baguazhang bentuk
naga’. Tidak hanya itu, Pei juga diajari Bagua Taiji dan Bagua
Yinyang Pashou dari Wu Junshan. Pada saat itu, guru pertama Pei yaitu Fu
Jianqiu sedang mengajar di Wuxi di Provinsi Jiangshu sehingga dia bolak-balik
antara Nanjing dan Jiangshu. Pada saat ini, dia menjadi sangat kuat dan belajar
berbagai inti dari beladiri tenaga dalam seperti xingyi, taichi, bagua dan
wudangquan.
Setelah
pecahnya perang Sino-Jepang, Akademi Beladiri Pusat pindah ke daerah barat daya
Kota Congqing dan Pei kemudian bekerja sebagai dokter di Xi’an. Pei Xirong
menghabiskan beberapa tahun tinggal di dekat pagoda angsa kecil. Dalam beberapa
kesempatan, dia juga ikut melawan tentara Jepang demi kebebasan rakyat setempat
sehingga dia menjadi terkenal di tempat tersebut. Setelah Jepang menyerah, Pei
kembali ke Timur Cina via Xuzhou. Keretanya kemudian terhenti di tengah jalan
akibat kecelakaan. Keretanya berhenti di Bengbu (Provinsi Anhui), Pei kemudian
memutuskan untuk tinggal sementara di penginapan. Pada suatu pagi, Pei terlihat
oleh seorang ahli Kungfu belalang Sembah (Tanglangquan) bernama Li saat sedang berlatih
di taman. Li kemudian mengunjungi penginapan tempat dia tinggal dan mengundang
Pei dalam jamuan yang diadakan di penginapan yang lain. Setelah jamuan tersebut
selesai, Li menantang Pei untuk melakukan pertarungan. Pei Xirong menyarankan
setiap orang untuk melakukan sebuah rangkaian jurus untuk melihat teknik
masing-masing. Li kemudian menjawab,”Jika kamu khawatir akan teknik apa yang
akan aku lakukan, aku akan melakukan sparring dengan muridku.” Li kemudian
memulai melakukan sparring dengan muridnya. Terlihat dari sparring yang dia
lakukan dengan muridnya kalau teknik telapak tangannya luar biasa dan dia
menggunakannya sebagai tamparan ke arah muka untuk melumpuhkan lawan.
(bersambung...)
0 komentar:
Post a Comment