TAIJI
YANG BANHOU
DI
YONGNIAN
(bagian
2/habis)
Yang Shaohou, saudara dari Yang Banhou |
Suatu hari,
puluhan orang dari desa sebelah datang ke Desa Nanguan dengan bersenjatakan
tongkat untuk mencari gara-gara. Saat mereka berdiri di ujung jembatan, mereka
berteriak-teriak dan mengutuk juga mengejek. Banhou menyapa mereka, kemudian
mengatakan “Aku hanya akan melayani kalian jika kalian bisa mengalahkan anak
kecil ini (Li Wancheng).” Kemudian, Banhou memberikan sebuah tongkat kepada Li
Wancheng dan menyuruhnya berdiri di hadapan para perusuh di ujung jembatan yang
lain. Seorang demi seorang kemudian maju menyerang Li Wancheng namun pada
akhirnya malah terpental hingga jatuh ke dalam sungai satu persatu.
Selama Li
Wancheng menjadi murid Yang Banhou, dia tidak pernah sekalipun meninggalkan
Yang Banhou. Bahkan saat Yang Banhou meninggal, Li tidak meninggalkan kediaman
keluarga Yang namun justru malah membuka kedai teh dan mengajar taichi. Yang
Chengfu kembali ke Guangfu beberapa kali meminta Li supaya bisa mengajar di
luar desa, namun setiap kali dia diajak di justru menolak. Li dikuburkan oleh
para muridnya saat dia meninggal di tahun 1947.
Sistem
pengajaran yang diturunkan oleh Li Wancheng merupakan sistem yang sangat
lengkap. Dia mengajar banyak murid di wilayah Yongnian, namun hanya mengajar
bingkai tengah pada murid biasa. Diantara murid-muridnya adalah: Lin Jinsheng,
Jia Zhixiang, Guo Zhenqing, Zhang Qi, Hao Chongwen, Han Huiming, dll.
Kebanyakan dari mereka terkenal menjadi pengajar Taichi di desa. Di antara
mereka hanya Lin Jinsheng dan Jia Zhixiang yang belajar seluruh sistem secara
lengkap.
Lin Jinsheng
(1910-1986) juga dikenal sebagai ‘Lin Laoyue’ berasal dari Desa Nanguan, Kota
Guangfu di Wilayah Yongnian. Dia sangat menyukai beladiri sejak masih kecil dan
memiliki tangan kuat yang tidak biasa. Dia bertetangga dengan Li Wancheng dan
keluarganya memiliki hubungan yang baik dengan keluarga Li Wancheng. Ketika Li
melihat bahwa Lin tidak hanya pintar tapi juga mau belajar dan mencintai
beladiri, Li menerima Lin sebagai muridnya. Setelah beberapa tahun latihan
keras, Lin mengalami kemajuan yang signifikan. Banhou melihat Lin memiliki
bakat dan tidak hanya itu, dia juga mau bekerja keras, bersedia untuk chi ku
(menelan yang pahit) di latihannya, menurunkan taiji yang dikuasainya
seluruhnya kepada Lin. Lin kemudian menjadi ‘penjaga pintu’ Li Wancheng,
menjadi penerima tantangan atas nama gurunya.
Seiring dengan
tumbuhnya penguasaan taiji yang dimiliki oleh Lin Jinsheng, bertambah terkenal
pulalah beliau di Kota Guangfu. Hingga akhir hayat Li Wancheng, Lin tetap
bertetangga dengan gurunya tersebut.
Ketika saya (penulis)
belajar Taiji Banhou dengan Lin, saya pernah melihat Lin mengguncangkan pohon
yang memiliki batang setebal mangkuk nasi hanya dengan menyentuhkannya pada
tongkatnya. Di kesempatan lain, saya menyaksikan dia mengangkat anak kecil
menggunakan skill yang sama dan kemudian menempatkan mereka kembali di
atas tanah dengan lembutnya.
Lin telah
mengembangkan tenaga dalamnya begitu hebat sehingga dia mampu membawa batu yang
digunakan sebagai alat penggiling gandum dari halaman rumahnya,
menggelindingkannya di lengannya kemudian menahannya di bahunya. Di dalam
taichi, kemampuannya ini disebut ‘dan tuo’. Dia begitu selektif dalam
mengajar dan merupakan guru yang tegas. Oleh karena itu, dia hanya memiliki 5
orang murid yaitu: Jia Anshu (penulis), Su Yongzhi, Chen Jianguo, Zhang
Xiangkui dan Guo Jianzheng. Hanya Jia Anshu yang menguasai apa yang dia ajarkan
seluruhnya.
Karena Lin
Jinsheng tidak memiliki anak, selama satu dekade saya menghabiskan waktu
belajar pada Lin (1977-1986) saya membantu beliau dengan pekerjaan di ladang
seperti menananam, panen dan membajak. Setelah meninggalnya beliau disusul
dengan kematian istrinya, saya mewakili keluarga beliau dalam urusan-urusan
yang belum beliau selesaikan setelah meninggal.
Jia Zhixiang,
lahir di Jalan Selatan (Nan Jie) di Kota Guangfu pada tahun 1917. Dia merupakan
adik bungsu dari Li Wancheng. Dikarenakan badannya yang tegap dan kekar, dia
mengalami kemajuan yang cepat dan memahami dengan baik berbagai materi yang
diajarkan sehingga Li Wancheng selalu memperhatikannya. Walaupun dia merupakan
pewaris penuh dari taiji banhou, dia tidak pernah menunjukkan kemampuannya dan
tidak tertarik untuk menjadi orang terkenal. Hingga hari ini, dia selalu
berlatih Taichi dengan tekun biarpun usianya sudah 90 tahun. Penglihatan dan
pendengarannya masih berfungsi dengan baik dan dia masih bisa berlatih ‘bingkai
rendah’ (latihan di bawah meja) dengan mudah.
(selesai)
0 komentar:
Post a Comment