PERTARUNGAN KUNGFU: LEITAI 1929 (HABIS)

Posted by



TURNAMEN LEITAI
HANGZHOU 1929
(bagian 3)
Zhao Daoxin, murid dari Zhang Zhaodong dan Wang Xianzhai



‘PARA AHLI ‘ KEHILANGAN CAHAYANYA

Selama diberlangsungkannya turnamen, Hangzhou yang mulanya kental dengan budaya cendekiawannya berubah suasananya dengan atmosfer para pendekar. Baku hantam yang terjadi di panggung pertarungan dibumbui dengan berbagai teriakan dari para penonton. Turnamen yang luar biasa tersebut tidak hanya memancing orang-orang Cina saja untuk menonton. Bahkan banyak pula ahli beladiri asal Jepang dan Rusia yang melihat turnamen tersebut. Beberapa orang Amerika membawa kamera ke turnamen dan mengambil foto demi foto dari para kontestan. Walaupun pada waktu itu aturan turnamen mengizinkan semua orang (termasuk orang-orang asing) untuk mengikuti turnamen, tidak ada seorangpun orang asing yang berani untuk mengikuti turnamen tersebut karena kurangnya alat-alat pengaman (pelindung kepala dan sarung tangan tidak ada) dan kurangnya faktor larangan penggunaan teknik. Hanya mencolok mata, mencekik dan menyerang kemaluan yang tidak diperbolehkan.
Zhang Hongjun mengatakan.”Apa artinya memiliki gongfu? Leitai 1929 di Hangzhou adalah contoh klasik bagaimana kita mengartikan gongfu.


Di turnamen, Cao Yanhai murid dari Institut Guoshu Pusat yang menempati tempat keempat di turnamen tersebut, bertemu dengan ahli telapak besi Liu Gaosheng. Liu Gaosheng terkenal di Shanghai akan penguasaan Telapak Besi dan Kungfu Ziranmen. Dia adalah instruktur  sekuriti dari 4 pasar swalayan terbesar di Shanghai dan memiliki murid mendekati 3000 orang. Dia merupakan salah satu favorit juara. Liu tidak hanya ahli dalam teknik telapak besi, namun dia juga menguasai qigong tipe keras. Tahu kalau dia harus berhadapan dengan musuh yang berat di putaran pertama, Cao Yanhai menghadapi tekanan berat. Di awal pertandingan, Liu langsung melakukan pukulan telapak tangannya ke arah Cao. Cao tidak menghindar dan berpikir untuk mengukur kekuatan telapak tangan Liu, namun dia sangat terkejut ketika mendapati kalau setengah badannya mati rasa setelah menerima pukulan telapak tangan Liu tersebut. Dia hampir-hampir tidak mampu bertahan. Untungnya, Cao masih bersifat tenang walaupun berada di bawah tekanan. Dia menarik nafas dalam-dalam, menggetarkan badannya dan mulai mengubah taktiknya. Dia tidak melawan Liu dari depan, tetapi menghindar sesering mungkin dan terus menggunakan sapuan kaki dan tendangan rendah untuk menyerang kaki Liu. Strategi seperti ini akhirnya mampu membuat Cao menyerang. Di babak kedua, Cao melihat adanya peluang dan membuat Liu terkapar dengan pukulannya sehingga berhasil memenangkan pertandingan. Di hari berikutnya, Zhao Daoxin bertanya kepada Liu Gaosheng bagaimana dia bisa kalah. Liu dengan perasaan kesal memukul lantai tempat dia berpijak membuat bata-batanya terbelah menjadi dua dan berkata “Sial...,sial”.

Selintas dari apa yang kita lihat, gongfu yang dimiliki Liu Gaosheng bukan tandingan dari Cao Yanhai. Tapi Cao Yanhai tidak bisa mematahkan bata, bagaimana kita bisa menjelaskan hasil pertandingan tersebut? Penjelasannya adalah karena Cao Yanhai sering melakukan sparring sehingga dia memiliki kemampuan untuk merubah taktik dan strategi dalam pertarungan. Di sisi lain, Liu jarang bertarung. Hari demi hari hanya melatih serangan telapak tangannya yang tentu saja orang normal tidak akan mampu untuk menahan serangannya. Namun walaupun kekuatan telapak tangannya sangat mengerikan, justru Liu yang kalah dalam pertarungan dan berhasil dirobohkan. Dengan demikian, kita tidak boleh membuat kesalahan dengan menganggap kalau qigong tipe keras adalah kemampuan bertarung. Di kondisi pertarungan sesungguhnya, pemenangnya adalah siapapun yang bereaksi lebih cepat dan memukul lebih keras. Li Jinglin yang merupakan ahli pedang Wudang, Kepala Institut Guoshu Pusat mengatakan dan penyelenggara 2 turnamen leitai pernah mengatakan,”Jika aku dilumpuhkan dalam suatu pertarungan, aku harus menghormati gongfu orang yang menjatuhkanku. Kita harus mengakui bahwa dia yang mampu melumpuhkanku adalah seseorang dengan gongfu.”

HEBEI MENYAPU 3 BESAR
Seiring dengan berlanjutnya turnamen, pertandingan menjadi semakin menarik dan menarik. Dengan jumlah penonton yang hampir mencapai sepuluh ribuan, pertandingan tidak lagi menjadi berlarut-larut dan panjang seperti sebelumnya. Beberapa pertandingan bahkan berakhir hanya dalam beberapa pukulan. Di babak final, pertarungan antara Ma Chengzi dan Han Qingtang benar-benar mencuri perhatian penonton. Ma dan Han bertemu di putaran ke-enam dari turnamen dimana jumlah peserta yang tersisa hanya tinggal 10 orang. Han Qingtang merupakan perwakilan dari Kungfu Shaolin Utara di masa itu, utamanya dia ahli dalam kungfu belalang sembah (tanglangquan) dan Taizu changquan.

Di awal pertandingan, Ma bergerak maju ke arah Han dengan Han menerapkan taktik ‘tunggu dan lihat’. Ketika mereka hanya tinggal sejauh 3-4 kaki, Han menduga bahwa Ma akan terus maju kemudian memutuskan untuk melancarkan serangan. Ma justru mengganti dan mengubah posisi kakinya lalu menggunakan jurus ‘kuda’ xingyiquan untuk melakukan serangan. Dengan demikian, Han menyadari bahwa dia tidak sedikitpun melakukan kontak tubuh yang berarti terhadap Ma dan justru malah maju ke arah serangan Ma. Dia kemudian terjengkang mundur beberapa langkah dikarenakan serangan jurus ‘kuda’ xingyi tersebut, namun dia tidak jatuh. Setelah berhasil mengembalikan keseimbangannya, Han kembali melakukan strategi ‘tunggu dan lihat’ sementara Ma perlahan mendekati Han. Han kemudian mundur dan berencana untuk memancing Ma supaya menyerangnya. Ma kemudian masuk dalam perangkap Han, dan Han langsung melakukan kombinasi pukulan dan tendangan. Ma tidak sedikitpun mundur atau menahan serangan tersebut. Dia justru merunduk dalam postur ‘beruang’ xingyi, dia kemudian maju menghindari serangan Han dan langsung memukulnya tepat di rahangnya. Membuat Han terkapar seketika. Setelah pertandingan, Han memuji gerakan Ma dan mengatakan,”Dia seperti bayangan, terus menerus mengubah sudut dan pendekatan dalam bertarung. Aku tidak bisa melihatnya apalagi memukulnya.”

Seorang petarung mungkin bisa menang dengan kekuatan brutal yang dia miliki. Namun dia juga bisa menang dengan menggunakan kecerdikannya (qiao da). Di putaran ke-7, Ma bertemu dengan saudara seperguruannya Hu Fengshan (keduanya murid dari Sun Lutang). Dikarenakan keduanya merupakan saudara seperguruan, mereka sering bertarung bersama dan familiar dengan gaya bertarung masing-masing. Hu memenangkan pertandingan tersebut dengan menjegal kaki Ma dan memukulnya di mukanya. Teknik tersebut mungkin taktik yang terlihat biasa saja di mata kita sebagai penggemar kungfu, namun hal tersebut efektif. Zhang Hongjun kemudian menunjukkan kalau hal ini mengilustrasikan berbagai variasi di dalam pertarungan nyata. Memukul dengan keras dan menahan serangan dengan keras mampu menjatuhkan musuh dan melukainya, sementara bertarung dengan cerdik juga bisa menghasilkan hal yang sama. Penggemar kungfu mungkin berfikir kalau bertarung dengan ‘cerdas’ tidaklah terlalu memuaskan. Namun memang seperti inilah yang namanya pertandingan. 

Pada 27 November setelah beberapa hari pertarungan yang ketat, penempatan posisi akhir ditentukan. Wang Ziping yang merupakan pelatih dari Institut Guoshu Pusat menempati tempat pertama, Zhu Goulu kedua dan Zhang Dianqing di tempat ketiga. Hal ini benar-benar kebetulan dikarenakan 3 petarung yang menempati posisi puncak pada turnamen tersebut, kesemuanya merupakan petarung yang berasal dari Provinsi Hebei. Wang yang berusia 30 tahun berasal dari Kota Baoding, Zhu berusia 29 tahun berasal dari wilayah Dingxing sedangkan Zhang berusia 25 tahun sama seperti Wang Ziping berasal dari Baoding juga. Ketika berita tersebut mencapai Tianjin, dengan tajuk berita ‘Hebei Memperoleh 3 Teratas’ menyebabkan perayaan besar di Komunitas Beladiri Kota Tianjin.

Yang paling mengesankan dari ketiga orang yang meraih posisi teratas, mereka tidak bergeming sedikitpun dari hadiah dan uang tunai yang diberikan sebagai hak mereka atas posisi juara namun justru mereka membagikan hadiah tersebut pada semua peserta yang mengikuti pertandingan tersebut.

Ranking akhir dari Turnamen Hangzhou adalah:
1.    Wang Ziping (ahli dalam Shaolin dan Shuai Jiao)
2.    Zhu Goulu (xingyi dan tinju)
3.    Zhang Dianqing (fanziquan, shuai jiao dan yiquan)
4.    Cao Yanhai (pada awalnya belajar Mizongquan, belajar Tongbei dari Ma Yingtu, pigua dari Guo Changseng kemudian belajar kepada Sun Lutang)
5.    Hu Fengshan (awalnya belajar xingyi pada Tang Shilin, kemudian menjadi murid dari Sun Lutang)
6.    Ma Chengzi (awalnya belajar Shaolin, kemudian belajar xingyi pada Sun Lutang)
7.    Han Qingtang (tanglangquan, taizu changquan, terutama ahli dalam qinna)
8.    Wan Changseng (belajar Cha Quan dari Ma Jinbiao)
9.    Zhu Zhenglin (belajar Tai Yi Men kepada Yang Mingzhai)
10. Zhang Xiaochai (belajar Cha Quan pada Ma Jinbiao)
11. Gao Zuolin
12. Yue Xia (bagua kepada Zhao Weixian)
13. Zhao Daoxin (yiquan)
14. Li Qinglan
15. Shang Zenshan



FOLLOW and JOIN to Get Update!

Social Media Widget SM Widgets




Demo Blog NJW V2 Updated at: 15:40

0 komentar:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

ARTIKEL LAINNYA

Powered by Blogger.

Footer 3

Footer1

FOOTER 2