LEGENDA KUNGFU: LI SHUWEN

Posted by



LI SHUWEN
 
Gambar yang diperkirakan sebagai gambar Li Shuwen yang paling shahih

Beruang dan harimau dulunya merupakan satu keluarga. Elang dan monyet (beberape mengatakan ular) juga berada dalam satu keluarga yang lain. Dulunya mereka berpasangan satu sama lain namun di satu titik tertentu di dalam sejarah, mereka berpisah dan tinggal di 2 desa yang berbeda: Mong dan Luo.
Dongeng kecil ini mengisahkan tentang perkawinan 2 jenis kungfu yang hebat, bajiquan atau tinju 8 ekstrem dan piguazhang atau telapak tangan membelah. Kedua gaya bertarung ini sangat berbeda dalam penampilannya, namun dulunya diajarkan bersama karena keduanya saling melengkapi satu sama lain.

Di tengah abad ke-19, seorang anak bernama Li Shuwen (1864-1943) lahir dan ditakdirkan untuk mempersatukan kembali kedua gaya pertarungan tersebut. Awalnya, Li belajar pada Jian Dian Sheng (lahir 1785) yang berasal dari Desa Mong. Kemudian dia melakukan perjalanan ke Desa Luo dan belajar kepada Huang Shi Hai.
Li lebih daripada hanya sekedar murid. Kemampuan beladirinya ada pada tingkat yang tertinggi. Walaupun tubuhnya kecil dan tidak terlalu mengesankan, kemampuannya luar biasa. Selain itu dia sangat pemberani. Dia tidak pernah dikalahkan dalam pertarungan seumur hidupnya. Kemampuannya dalam senjata tombak membuatnya sangat terkenal hingga dia dijuluki “Dewa Tombak”.
Li dilahirkan di Cangzhou yang merupakan tempat lahirnya berbagai kungfu hebat di Cina. Tidak hanya itu, banyak ahli-ahli kungfu legendaris berasal dari sana juga. Walaupun performanya ringan dan terkontrol dengan baik, secara mengejutkan dia dianugerahi dengan kekuatan yang luar biasa sehingga dikatakan dia tidak harus memukul lawannya 2 kali. Dia membuat banyak murid yang sudah memiliki kapabilitas dalam beladiri ingin belajar padanya.
Li Shuwen bukanlah “orang yang baik”. Dia selalu menerima tantangan seumur hidupnya dan mengatakan kepada penantangnya kalau jurus yang dia demonstrasikan sebelum pertarungan akan mengakhiri hidup penantang tersebut. Bahkan akhir hidup Li Shuwen masih diperselisihkan hingga saat ini. Li ditantang untuk bertarung oleh seorang anak yang jauh lebih muda dalam pertarungan tombak. Walaupun umurnya sudah lebih dari 70 tahun, Li menerima tantangan tersebut dan membunuh anak muda tersebut. Merasa marah atas hal ini, keluarga dari anak muda penantang Li tersebut meracuni Li. Dan peristiwa ini mengakhiri hidup dari sang petarung terkenal tersebut. Di sisi lain, Li juga terkenal akan hasratnya yang menggebu-gebu dan dedikasinya terhadap kungfu yang dia pelajari. Setiap ada kesempatan dia pasti melatih senjata favoritnya “Tombak Besar”. Sanad murid keturunannya masih melakukan latihan yang tidak biasa dengan tombak ini.
Guru yang hebat menghasilkan murid yang hebat pula. Banyak yang belajar kepada Li Shuwen menjadi figur yang sangat penting dalam sejarah kungfu di Cina. Empat dari murid-muridnya dari Desa Luo Tong adalah Han Huachen, Ma Yingtu, Ma Fengtu dan Zhou Shu De. Keempat muridnya ini memperkenalkan bajiquan pada Sekolah Beladiri Pusat di Nanjing, organisasi yang sangat penting di masa itu. 
KISAH LI SHUWEN
Li adalah praktisi yang tidak kenal lelah, selalu mencoba untuk terus mengasah kemampuannya. Tidak peduli itu musim dingin atau musim panas, dia masih tetap melatihnya. Dikatakan kalau dia tidak pernah bangun dari tidurnya dan pergi ke kamar mandi sebelum melakukan latihan tombak dengan 50x pengulangan. Sejarah bahkan mencatat bahwa walaupun dia hanya mengaitkan tombaknya pada ujung lipatan lengan bajunya atau hanya menggunakan tangan kirinya untuk memegang tombaknya, dia masih tidak terkalahkan. Dalam satu gerakan tusukan tombak, dia mampu membunuh lalat tanpa harus merusak jendela. Di kisah lain diceritakan pula kalau dia mampu menusukkan paku ke dalam tembok hanya dengan menggunakan tongkat besar (tanpa ujung tombak). Dalam latihannya, dia menggunakan 50 kg kacang yang dimasukkan ke dalam karung, lalu menggunakan tongkat kayu lilin dia mengangkatnya dari tanah dan melemparnya di udara sehingga terbalik 3x sebelum akhirnya sekarung kacang tersebut mendarat di tanah.
KISAH LI SHUWEN DAN LIU DEKUAN
Ketika li Shuwen berada di Jalan Pemancingan Hebei Tianjin, dia memilih lapangan yang akan dia gunakan untuk melatih muridnya. Di depan lapangan tersebut, dia menuliskan di kain dengan tulisan “Tempat Latihan Beladiri” dan tiang benderanya adalah tongkat yang biasa dia gunakan latihan bernama Tombak Gua atau Tombak Bergantung. Mendengarkan hal ini di Beijing, Liu Dekuan (Si Tombak Besar) berangkat ke Tianjin untuk “mengumpulkan ilmu” dan “membandingkan kemampuan tombak”.
Pada saat itu, Tombak Besar berukuran lebih dari 4 meter dengan berat sekitar 8 kg. Liu mengatakan bahwa walaupun tombak Li lebih besar, Li menggerakannya seperti lilin kecil. Pada saat bertarung, Liu menusuk lurus dengan menggunakan tombaknya. Li kemudian menggunakan pi da untuk menghentikan serangannya. Ketika tombak mereka saling bersentuhan satu sama lain, Liu berputar sekitar 1800. Li kemudian maju dan mengetuknya dengan tombaknya sebanyak 3x. Liu kemudian mencoba serangan lain. Dia maju dan mencoba menekan. Li kemudian menyusutkan badannya kemudian melakukan aksi yang dan menaikkan badannya. Mementalkan tombak Liu hingga 4 meter. Liu kemudian mengaku kalah dan akhirnya menganggap Li sebagai gurunya. Pada awalnya Li menolak hal tersebut, namun akhirnya dia mengizinkan Liu untuk belajar kepadanya.
SERI
Li Shuwen tidak pernah dikalahkan sekalipun seumur hidupnya. Hanya pernah sekali dia bertarung seri. Di aula besar Wushu Hebei, diputuskan kalau beberapa guru yang mengajar di sana harus mendemonstrasikan kemampuannya untuk memperluas pengalaman para murid dan staff pengajar yang ada di sana. Hanya 2 guru yang bersedia untuk mendemonstrasikan kemampuannya tersebut. Demonstrasi pertarungan ringan dimulai antara Li Shuwen sebagai instruktur baji dan Gao Huchen sebagai pelatih Shaolin. Kedua orang ini saling menghormati satu sama lain dan demo pertarungan mereka benar-benar hal yang sangat ditunggu. Gao memulai dengan serangan telapak tangan ke arah kepala Li. Ketika Li menghindar, dia berakhir beberapa meter darinya. Gao kemudian mencoba menyerangnya kembali dengan serangan telapak tangan, dan hindaran kedua Li ini membuatnya memiliki jarak yang lebih jauh dari serangan pertama. Li kemudian melakukan serangan pukulan ke arah perut Gao yang kemudian berhasil Gao hindari. Namun kemudian Li melakukan serangan susulan ke arah Gao. Direktur kemudian menyerukan mereka menghentikan pertarungan dan mereka langsung menghentikan pertarungan tersebut tanpa nafas yang terengah-engah atau tanpa memperlihatkan “sedikitpun gangguan pada qi mereka”. Tertawa kemudian pecah di antara kedua petarung tersebut. Demonstrasi yang mereka lakukan begitu tinggi tingkatannya sehingga banyak murid dan staff pengajar yang tidak mengerti apa yang sebenarnya mereka lihat. Komentar seperti “kau mempunyai tangan yang sangat cepat” sepertinya mewakili reaksi para penonton seluruhnya.  


FOLLOW and JOIN to Get Update!

Social Media Widget SM Widgets




Demo Blog NJW V2 Updated at: 20:34

0 komentar:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

ARTIKEL LAINNYA

Powered by Blogger.

Footer 3

Footer1

FOOTER 2