Pergi
ke rumah kakek merupakan hal yang besar untuk aku dan kakakku. Hal itu
dikarenakan kami tidak hanya ke sana untuk bertemu kakek dan nenek, namun juga
untuk bermain bersama ayah dan ibu, karena selama seminggu ibu dan ayah sangat
sibuk bekerja. Di kemudian hari, saya menyadari bahwa kesibukan ayah dan ibu ini
dikarenakan mereka memperoleh pencapaian yang tinggi dalam karir mereka. Ayahku
adalah Wu Chengde adalah seorang chairman
termuda di baik itu departemen Rumah Sakit Longhua, ataupun Shanghai Traditional Chinese Medicine
College. Tim wushu yang beliau pimpin adalah juara nasional Cina di tingkat
universitas hampir setiap tahun.
Ibuku
adalah professor di bidang wushu di Institusi Pendidikan Jasmani Shanghai, dan
merupakan pelatih dari tim wushu dan tim panahan. Selain itu, beliau merupakan
wasit nasional wushu dan panahan bersertifikat pertama di kalangan wanita di
Cina. Ibuku terkenal di kalangan khalayak ramai sebagai orator hebat yang
memiliki suara khas, serta memiliki pengetahuan kungfu yang luas. Melihat kedua
anaknya menirukan apa yang ibunya lakukan merupakan hal yang sangat menghibur
bagi ibuku. Setiap kali kami pulang ke rumah dari sebuah even beladiri, aku dan
kakakku akan berpura-pura sebagai MC: “Kontestan selanjutnya Wu Xiaogao”, dan
aku kemudian akan maju ke depan, melakukan penghormatan dengan memajukan
kepalan dan telapak tangan, lalu kemudian melakukan sikap busur panah (Gong Bu)
ataupun menahan kaki di samping kepala, lalu kemudian kakakku bergantian
melakukan hal yang sama sedangkan aku menjadi MC-nya. Tentu saja, kami tidak terlalu
tahu tentang apa yang kami lakukan hingga beberapa tahun kemudian, ibu
mengatakannya.
REVOLUSI BUDAYA
Semua
tahun-tahun menyenangkan yang aku alami bersama ayah, ibu dan kakek tiba-tiba
berubah ketika revolusi budaya terjadi. Semuanya menjadi sangat berbeda. Apa
yang disebut “kehilangan” benar-benar aku rasakan. Hanya dalam semalam, semua
barang yang ada di rumah kami lenyap. Aku dan kakakku tidak bisa ke sekolah
dikarenakan sekolah diliburkan sementara. Kedua orangtuaku kehilangan haknya
untuk berlatih dan mempraktekkan apa yang mereka tekuni. Nenek Wang terkena
serangan jantung ketika tentara merah menggedor pintu rumahnya, membuatnya
meninggal seketika. Ibuku kehilangan ibunya untuk selamanya. Kakek harus
meninggalkan praktek pengobatan dan tidak boleh lagi mengajar beladiri. Tidak
ada seorangpun di keluarga kami yang mempunyai uang mengingat semua akun kami
di bank di bekukan dan gaji kami dipotong atau bahkan dihilangkan.
Dikarenakan
revolusi budaya menjadikan kami (anak-anak) harus mengkritiK ayah dan kakek
kami yang terkenal di depan umum seperti apa yang tentara merah lakukan, semua
keluarga jauh, anak dan cucu mulai menjauhi kakek satu persatu dan bahkan
melupakan untuk merawatnya. Orang tuaku tidak tahan melihat kakek ditahan di
dalam rumah sepanjang hari tanpa seorangpun merawatnya. Dan bahkan saat mereka
bekerja, mereka tidak tahu bagaimana keadaan kakek. Maka di suatu malam setelah
kami makan bersama, orang tuaku memanggilku dan berbisik kepadaku. “Kami tahu
engkau bahkan belum 10 tahun, tapi cuma kamu yang bisa kami kirim ke sana”,
ujar ayahku sambil mengusap bahuku.
Ibuku
kemudian berbicara, “Kakek sangat menyukaimu. Ingat, ketika kamu menginap di
sana dan membersihkan cangkir kakekmu padahal kakek memiliki pembantu di
rumahnya, dan beliau kemudian berkata,’Aku menyukai anak ini dan aku sangat
ingin kalau dia lebih lama berada di sini.’ Aku akan ke sana (rumah Wang
Ziping) besok bersamamu.”
“Apa
yang harus aku lakukan di sana?” Ibuku menjawab “Kamu hanya perlu menemaninya.
Apabila kakekmu membutuhkan sesuatu, kamu bisa melakukan sesuatu untuknya atau pulang
ke rumah dan beritahu kami apa yang kakekmu butuhkan.”
Di
hari berikutnya, aku pergi bersama orang tuaku untuk menemui kakekku. Aku bisa
mengatakan kalau beliau sangat senang melihatku. Sayangnya, aku tidak mengerti
apa yang kakekku katakan karena beliau bicara dalam dialek yang berbeda. Namun,
masa itu merupakan permulaan dari hari-hari terbaik dalam hidupku.
(bersambung...)
Lanjutan : PENUTURAN GRACE WU ATAS KAKEKNYA WANG ZIPING (3)
Sebelumnya : PENUTURAN GRACE WU ATAS KAKEKNYA WANG ZIPING (1)
Lanjutan : PENUTURAN GRACE WU ATAS KAKEKNYA WANG ZIPING (3)
Sebelumnya : PENUTURAN GRACE WU ATAS KAKEKNYA WANG ZIPING (1)
0 komentar:
Post a Comment